Kamis, 31 Mei 2012


PEMBERIAN KEPADA SELAIN LEGITIMARIS

Ketika berbicara mengenai Hukum Kewarisan Barat yang berdasarkan pada BW (Burgerlijk Weetbook) mereka si pembuat Undang-undang mengklaim bahwa aturan yang mereka buat adalah seadil-adilnya. Banyak hal yang menurut saya Hukum Barat ini tidak menempatkan keadilan sebagaimana mestinya. Contohnya saja dalam hal mewaris tadi, saya menganggap ketidakadilan berpihak kepada orang lain yang semestinya bukan dalam hubungan ahli waris karena mendapatkan hibah, wasiat dari si pewaris.

Misal : A meninggal dunia, mempunyai satu orang anak bernama B, harta peninggalan A sebesar Rp 10.000.000. Semasa hidupnya pada tahun 2000 A membuat wasiat yang berisi legaat kepada D uang sebesar Rp 5.000.000. Selain itu pada tahun 2001 A membuat hibah kepada X sebesar Rp 30.000.000 dan kemudian pada tahun 2002 membuat hibah kepada Y sebesar Rp 10.000.000.

Jawaban :
Maka pembagian warisnya yaitu :
D = 5.000.000,-
Sisa harta A = 10.000.000 + 30.000.000 + 10.000.000 = 50.000.000 untuk B
Apakah L.P B terlanggar atau kekurangan sebesar 20.000.000
Untuk menutupi kekurangan L.P B diambil dari:
-> Legaat kepada D = 5.000.000, masih kekurangan 15.000.000
-> Hibah kepada Y = 10.000.000, masih kejjkurangan 5.000.000
-> Hibah kepada X = 30.000.000 - 5.000.000 = 25.000.000
Maka pembagian warisnya adalah :
B = 25.000.000
D = 0
Y = 0
X = 25.000.000
(Ket: L.P yaitu Legitimate Portie; Bagian Mutlak)

Dapat dilihat dari hasil perhitungan pembagian harta warisan menurut BW, si D dan Y yang seharusnya mendapatkan uang dari wasiat hibah maka diakhir perhitungan D dan Y tidak mendapatkan apapun. Jika saya boleh berspekulasi apakah dapat dikatakan adil bagi pihak D dan Y yang seharusnya mendapatkan uang dari sipewaris menjadi tidak dapat ? Apakah masih dapat dikatakan adil ?

Didalam perkuliahan Hukum Kewarisan Barat yang sedang saya ambil, dosen cenderung tidak menjelaskan permasalahan yang akan muncul ketika permasalahan tersebut diatas terjadi dengan mengatakan "asal yang lain menerima dengan keputusan itu".

Saya mahasiswa semester IV Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat yang sebenarnya kurang memahami Hukum Kewarisan Barat. Maka dari itu saya membuat tulisan ini yang sebenarnya dengan maksud bukan mengatakan bahwa BW itu tidak adil, tapi mencoba berpikir disisi lain dari orang tersebut diatas.

Selasa, 22 Mei 2012


"Runtuhnya Moralitas Bangsa"
   Harta, Tahta dan Wanita

Sebuah fase didalam lubuk hati manusia, dimana seseorang mencari jati diri mereka demi sebuah Prestise. Dengan mencapai tujuannya itu, ia menghalalkan segala cara untuk dapat mencapai impian mereka. boleh dikatakan ini merupakan ekspetasi yang berlebihan, karena tidak ada bedanya jika dibandingkan dengan hedonisme.

Banyak orang yang terpilih peruntungannya menjadi seseorang yang mempunyai kelebihan dari segi ekonomi terkadang sombong, tidak mau tau dengan lingkungan sekitar (sosialnya kurang).Padahal dulunya ia termasuk orang-orang yang kurang berada. Permasalahan ini muncul karena ia merasa tidaklah mudah mendapatkan harta. Harta tidak bisa didapatkan dengan cara instan. ia harus berusaha keras untuk mendapatkan hasil yang diimpikannya. Hal ini merupakan kasus yang lumrah ditemui dalam kehidupan bermasyarakat. Namun tidak semua yang menjadi seperti itu.

Tidak jauh berbeda dengan seseorang yang memiliki jabatan. Terkadang ia tergila-gila akan jabatannya itu, karena ketika orang menginginkan kehidupan yang instan (ekonomi) ia akan berpikir bagaimana caranya agar tuntutannya terpenuhi. Tidak menghiraukan lagi rambu-rambu hukum, agama, kesusilaan, ia terobos demi impiannya.

Dan wanita merupakan sosok yang dapat menghiasi kehidupan seorang lelaki. Namun dibalik keindahan dan keanggunannya, wanita adalah sebagai faktor utama melemahnya iman sehingga dapat membuat kedua hal diatas tadi dapat terlaksana. Tidak lain karena permintaan seorang istri akan kebutuhan hidupnya yang bisa  dikatakan tidak lah dapat dipandang sebelah mata.

Dari ketiga gambaran yang diutarakan diatas, dapat dikatakan bahwa runtuhnya moral bangsa dimulai dari individu yang merasa kekurangan atas apa yang telah diberikan-Nya. Namun tidaklah semua orang mengambil jalur setan dalam kehidupannya. Semoga saja semua ini tidak terjadi.
Mencari Pemimpin Yang Berkarakter
"Bukan Menanti Datangnya Ratu Adil"
Ir. Soekarno

"Pemimpin-pemimpin
 Indonesia di masa dulu, 
adalah pemuda-pemuda
 yang disiapkan oleh lingkungan, 
ditimpa oleh ketertindasan 
dalam era penjajahan. 
Mereka memiliki keberanian 
untuk melawan keadaan"


Dalam mitologi Suku Jawa, suatu keadaan tertindas nan kacau akan diakhiri dengan datangnya ratu adil. Maka orang pun berlomba-lomba yang mengaku dirinya sebagai ratu adil. Sejatinya ratu adil hanyalah sebuah pengharapan dan penantian dalam alam bawah sadar. ini semacam kerinduan akan hadirnya sosok pemimpin yang dapat mengayomi dan melindungi rakyatnya. Pemimpin cerdas terbagi dua yaitu cerdas saja dan cerdas dengan membawa perubahan.

Namun untuk melakukan perubahan, cerdas saja tidak cukup jika tidak didampingi dengan keberanian. Pasalnya kecerdasan itulah yang justru dapat menghambat keberanian. Keberanian diperlukan karena merupakan faktor penting dalam kepemimpinan berkarakter. Kepemimpina berkarakter berbanding terbalik dengan kepemimpinan populis. Kepemimpinan populis tidak berani mengambil risiko, bekerja menggunakan uang, kekuasaan, dan politik populis atau pencitraan lain.

Meminjam teori Bill Newman tentang elemen penting kepemimpinan yang membedakan kepemimpinan sejati dengan seorang manajer biasa adalah keberanian (The 10 Law of Leadership), keberanian harus didasarkan pada pandangan yang diyakini benar tanpa keraguan dan siap menerima risiko apapun.

Moh. Hatta
Salah satu tanda pemimpin yang memiliki karakter adalah dia tidak menjadikan posisinya sebagai berhala. Dengan kata lain, pemimpin yang berkarakter tidaklah menjadikan kekuasaan dan jabatannya itu sebagai tameng dan takut akan kehilangan posisi itu. Sebuah kalimat yang menyeruak ketika seseorang menjadi orang yang memiliki kekuasaan dan jabatan yaitu "karena jabatan, mereka begitu menggila, sampai lupa dengan janji-janji mereka".

Pemimpin yang lahir tanpa terlebih dahulu melalui sebuah proses persiapan, biasanya akan mengalami kegagalan. Pada awalnya mungkin terlihat berhasil tetapi pada akhirnya pasti akan mengalami kegagalan. Pemimpin bukan berdasarkan prestise tapi prestasi dan karakter.